BERBAGAI PENDEKATAN
KONTEKS STUDI ISLAM
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Semester Gasal
Mata kuliah : Pengantar Studi Islam
Dosen Pengampu : Nor Hadi, M.Pd.I
Disusun oleh:
1.
Kholifatul Alifah (133111130)
2.
Muhammad Misbahul Habibi (133111155)
3.
Dewi Aminatul Zahro (133111160)
4.
Khoirrosyid Oktifu’adi (133111163)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH
DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
I.
PENDAHULUAN
Agama adalah kebutuhan fitri manusia. Sebelumnya, manusia belum mengenal
kenyataan ini. Fitrah keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah yang
melatarbelakangi perlunya manusia pada agama. Oleh karenanya, ketika datang
wahyu Tuhan yang menyeru manusia agar beragama, maka seruan tersebut memang
amat sejalan dengan fitrahnya.
Kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif di dalam
memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya
sekedar disampaikan dalam khotbah, melainkan secara konsepsional menunjukkan
cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah.
Tuntutan terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab manakala pemahaman agama yang selama ini
banyak menggunakan berbagai macam pendekatan-pendekatan yang dapat memeberikan
jawaban terhadap masalah yang timbul.
Hal demikian perlu dilakukan, karena melalui pendekatan tersebut kehadiran
agama secara fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya. Sebaliknya tanpa
mengetahui berbagai pendekatan tersebut, tidak mustahil agama menjadi sulit
dipahami oleh masyarakat, tidak fungsional, dan akhirnya masyarakat mencari
pemecahan masalah kepada selain agama, dan hal ini tidak boleh terjadi.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apa yang dimaksud Pendekatan
Yuridis?
B.
Apa yang dimaksud Pendekatan
Filosofis?
C.
Apa yang dimaksud Pendekatan
Historis?
D.
Apa yang dimaksud Pendekatan Psikologis?
E.
Apa yang dimaksud Pendekatan Fenomenologis?
F.
Apa yang dimaksud Pendekatan Kebudayaan?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pendekatan Yuridis
Yuridis
menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah hukum, jadi yang dimaksud dengan pendekatan yuridis
adalah pemahaman terhadap agama Islam secara hukum dengan mentaati peraturan.[1] Sementara peran hukum secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni hukum
sebagai alat pengatur atau pengontrol dan hukum sebagai alat rekayasa/perubahan
sosial, bahkan hukum dapat menjadi alat untuk mengubah masyarakat kearah
keadaan yang lebih baik. Dengan demikian, melalui pendekatan yuridis ini dapat
memudahkan seseorang untuk mendalami dan memaknai suatu agama dengan
sebaik-baiknya. Didalam umat Islam misalnya, hukum yang dipakai umat Islam adalah
berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Hukum yang dipakai umat Islam adalah berdasarkan Al-Qur’an dan wahyu yang diturunkan Allah kepada para nabi. Islam mengajarkan manusia untuk mentaati
peraturan, sedangkan peraturan merupakan hukum itu sendiri. Dalam
pelaksanaannya manusia kurang menyadari bahwa pendekatan yuridis sudah dialami
oleh para Nabi. Perkembangan yuridis itu sendiri prosesnya dapat dibagi
menjadi 4 periode:
1.
Periode
Nabi
Segala persoalan dikembalikan kepada
Nabi untuk menyelesaikan setiap masalah yang ada, karena Nabi merupakan sumber
hukum. Secara tekstual pembuat hukum adalah Nabi, tetapi secara
kontesktual pembuat hukum adalah Allah, karena hukum yang dikeluarkan Nabi bersumber
pada wahyu dari Allah. Nabi sebenarnya bertugas menyampaikan dan melaksanakan hukum yang ditentukan oleh Allah.
Sumber hukum yang ditinggalkan Nabi untuk
umatnya setelah zamannya adalah Al-Qur’an dan Sunnah.
2.
Periode
Sahabat
Pada zaman para sahabat daerah yang
dikuasai Islam
semakin luas. Daerah-daerah yang diluar Semenanjung Arabia telah mempunyai
kebudayaan yang lebih maju dan susunan masyarakat yang modern dibandingkan
dengan masyarakat Arabia ketika itu. Jadi, persoalan-persoalan yang dihadapi
pada periode sahabat kepada masyarakat yang berada di daerah baru itu lebih sulit penyelesainnya
dibandigkan dengan persoalan yang dihadapi masyarakat Arabia itu sendiri.
Untuk mencari penyelesaiannya para
sahabat kembali kepada Al-Qur’an sunnah yang ditinggalkan Nabi. Al-Qur’an
sendiri pada masa sahabat dihafal sedangkan sunnah tidak dihafal oleh semua
sahabat, setelah Al-Qur’an dihafal oleh semua sahabat maka pada masa kholifah
Abu Bakar Al-Qur’an dibukukan sedangkan sunnah (hadits) tidak dibukukan karena
para sahabat lebih condong kepada Al-Qur’an.
Pada masa sahabat mempunyai masalah
yang tidak bisa diselesaikan karena mereka sudah mencari didalam al-qur’an dan
hadits tetapi masih tidak bisa menyelesaikan masalah tersebut,
maka mereka berijtihad untuk menyelesaikan masalah dengan melakukan ijma’. Maksudnya ijma’
yaitu kholifah tidak memutuskan masalah hukum dengan sendiri tetapi bertanya
lebih dahulu kepada para sahabat yang lainnya. Sumber hukum yang ditinggalkan para sahabat
adalah Al-Qur’an, sunnah Nabi dan sunnah sahabat.[2]
3.
Periode
Ijtihad
Pada periode ini islam mengalami
kejayaan yang terjadi pada tahun 700-1000 Masehi. Periode ini juga disebut
periode pengumpulan hadist, ijtihad atau fatwa sahabat dan tabi’in (generasi
setelah sahabat). Sesuai dengan bertambah luasnya daerah islam, berbagai macam
bangsa masuk islam dengan membawa berbagai macam adat-istiadat, tradisi dan
system kemasyarakatan. Problematika hukum yang dihadapi beragam. Untuk
mengatasi itu semua
para ulama-ulama
banyak yang melakukan ijtihad. Ijtihad mereka berdasarkan
al-qur’an, sunnah nabi, sunnah sahabat. Maka timbullah ahli-ahli hukum mujtahid yang disebut imam
atau faqih (fuqaha’) dalam islam. Maka kita saat ini mengenal dengan nama
madzhab yang dimana kita ketahui ada 4 madzhab yaitu: madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i
dan Hambali.
4.
Periode Taklid
Periode taklid terjadi pada abad ke-4 Hijriah (abad ke-11
Masehi). Masyarakat sudah tidak tetuju pada sumber-sumber hukum yang telah ada sebelum
periodenya, tetapi mereka lebih tertuju hanya untuk mempertahankan hukum menurut madzhabnya masing-masing setiap individu
atau kelompok.
B.
Pendekatan Filosofis
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti
cinta kepada kebenaran, ilmu, dan hikmah. Selain itu, filsafat dapat pula berarti
mencari hakikat sesuatu, berusaha mencari tahu sebab dan akibat serta berusaha
menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia, Poerwadarninta mengartikan filsafat sebagai pengetahuan dan
penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas, hukum dan
sebagainya terhadap segala yang ada di alam semesta ataupun mengenai kebenaran
dan arti “ adanya” sesuatu. Menurut Sidi Gazalba filsafat adalah berfikir
secara mendalam, sistematik, radikal, dan universal dalam rangka mencari
kebenaran, inti, hikmah atau hakikat mengenai sesuatu yang ada.
Filsafat pada intinya berupaya menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah.
Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, asas, dan inti yang terdapat dibalik
yang bersifat lahiriyah. Sebagai contoh, kita jumpai berbagai merek pulpen
dengan kualitas dan harganya yang berlain-lainan namun inti semua pulpen itu
adalah sebagai alat tulis. Ketika disebut alat tulis, maka tercakuplah semua
nama dan jenis bulpen.
Berpikir secara secara filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam
memahami ajaran agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran
agama dapat dimengerti dan dipahami secara seksama. Ajaran agama misalnya
mengajarkan agar melaksanakan sholat. Tujuanya antara lain agar seseorang
merasakan hikmahnya hidup secara berdampingan pada orang lain.[3]
Dengan menggunakan pendekatan filosofis seseorang akan dapat memberi makna
terhadap sesuatu yang dijumpainya, dan dapat pula menangkap hikmah dan ajaran
yang terkandung didalamnya. Dengan cara demikian ketika seseorang mengerjakan
suatu amal ibadah tidak akan merasa kekeringan spiritual yang dapat menimbulkan
kebosanan. Semakin mampu menggali makna filosofis dari ajaran agama, maka
semakin meningkat pula sikap penghayatan, dan daya spiritualitas yang dimiliki
seseorang.
C.
Pendekatan Historis
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya
dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek,
latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini, segala
peristiwa dapat di lacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, dimana,
apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Pendekatan
Historis: yaitu mempelajari Islam melalui kajian peristiwa masa lalu dengan
melacak kapan peristiwa tersebut terjadi, dimana, prosesnya. Dengan menggunakan
pendekatan sejarah, maka seorang akan diajak untuk melihat realita yang terjadi
dalam masyarakat, baik itu sejalan dengan ide-ide agama ataupun yang senjang
dari ide-ide agama tersebut.
Pendekatan kesejarahan ini amat
dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang
konkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Dalam hubungan
ini, Kuntowijoyo telah melakukan studi yang mendalam terhadap agama yang dalam
hal ini Islam, menurut pendekatan sejarah. Ketika ia mempelajari Al-qur’an, ia
sampai pada suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan Al-qur’an itu
terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama, berisi konsep-konsep dan
bagian kedua, berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.[4]
Melalui pendekatan sejarah ini
seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan
penerapan suatu peristiwa. Dari sini, manusia tidak akan memahami agama keluar
dari konteks historisnya, karena pemahaman demikian akan menyesatkan orang yang
memahaminya. Seseorang yang ingin memahami Al-Qur’an misalnya, yang
bersangkutan harus mempelajari sejarah turunya Al-Qur’an atau kejadian-kejadian
yang mengiringi turunya Al-Qur’an yang selanjutnya disebut Ilmu Asbab
al-Nuzul yang pada intinya berisi
sejarah turunya ayat Al-Qur’an.
D.
Pendekatan Psikologis
Psikologis adalah
ilmu jiwa yang menyelidiki tentang keadaan jiwa seseorang berdasarkan cara
pikir, tindakan serta perilaku orang tersebut. Psikologi secar harfiah berasal
dari kata psyche yang berarti jiwa
dan logos yang berarti ilmu. Jadi
ringkasnya, psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan
perbuatan individu yang tidak dapat terlepas dengan lingkungannya.
Psikologi merupakan salah satu
study ilmiah yang memperhatikan tingkah laku makhluk hidup yang beraneka ragam
di dunia. Hal ini telah terjadi sejak zaman primitif dan telah mengalami
perkembangan yang begitu cepat.[5]
Seseorang ketika berjumpa saling mengucapkan salam, hormat kepada orang tua,
kepada guru, menutup aurat, rela berkorban untuk kebenaran, dan sebagainya
merupakan gejala-gejala keagamaan yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa.
Dalam ajaran agama banyak kita
jumpai istilah-istilah yang menggambarkan sikap batin seseorang. Misalnya sikap
beriman dan bertaqwa kepada Allah sebagai orang saleh, orang yang berbuat baik,
orang yang shadiq (jujur), dan sebagainya. Semua itu adalah gejala-gejala
kejiwaan yang berkaitan dengan agama.
Dengan ilmu jiwa ini seseorang
selain akan mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami, dan
diamalkan. Seseorang juga dapat sebagai alat untuk memasukkan agama ke dalam
jiwa seseorang sesuai dengan tingkatan usianya. Dengan ilmu ini agama akan
menemukan cara yang tepat dan cocok untuk menanamkanya.
Kita misalnya dapat mengetahui
pengaruh dari sholat, puasa, zakat, haji, dan ibadah lainya dengan melalui ilmu
jiwa. Dengan pengetahuan ini, maka dapat disusun langkah-langkah baru yang
efisien lagi dalam menanamkan ajaran agama. Itulah sebabnya ilmu jiwa ini
banyak digunakan sebagai alat untuk menjelaskan gejala atau sikap keagamaan
seseorang. [6]
E.
Pendekatan Fenomenologis
Kata “fenomena” dalam bahasa Inggris disebut phenomena
atau phenomenon secara etimologis berarti perwujudan, kejadian, atau
gejala.[7]
Istilah
fenomenologi berasal dari bahasa Yunani yang berarti ilmu gejala atau ilmu
tentang gejala-gejala. Fenomenologi memberi tekanan pada keperluan melukiskan
gejala-gejala tanpa prasangka. Fenomenologi Agama adalah penelitian yang
sistematis mengenai bentuk-bentuk agama, yaitu bagian dari penelitian keagamaan
yang mengklasifikasikan dan mengkaji secara sistematis konsep-konsep keagamaan.
Fenomenologi merupakan salah satu pendekatan yang unik
diantara banyak pendekatan dalam studi islam. Pendekatan fenomenologis
mula-mula merupakan upaya membangun suatu metodologi yang koheren bagi studi
agama. Fokus utama fenomenologi agama adalah aspek pengalaman keagamaan,
dengan mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena keagamaan secara konsisten
dalam orientasi keimanan atau kepercayaan objek yang diteliti. Pendekatan ini
melihat agama sebagai komponen yang berbeda dan dikaji secara hati-hati
berdasarkan sebuah tradisi keagamaan untuk mendapatkan pemahaman di dalamnya.
Fenomenologi agama muncul dalam upaya untuk menghindari pendekatan-pendekatan
yang sempit dan normatif
dengan berupaya mendeskripsikan pengalaman-pengalaman agama dengan akurat. Fenomenologi agama sebagai sebuah kajian komparatif dimana cara kerjanya
adalah dengan mengklasifikasikan, menyusun tipe-tipe fenomena agama yang
berbeda secara sistematis. Dalam hal ini ia menggunakan sejarah agama untuk
kemudian dianalisa berdasarkan konsep-konsep filsafat.
Tugas utama fenomenologi menurut Husserl seorang
filosof Jerman
adalah menjalin keterkaitan manusia dengan realitas. Husserl
menggunakan istilah fenomenologi untuk menunjukkan apa yang nampak dalam
kesadaran kita dengan membiarkannya termanifestasi apa adanya tanpa memasukkan
kategori pikiran kita padanya. Dalam mencari yang esensial bermula dari membiarkan fenomena
itu berbicara sendiri tanpa dibarengi dengan prasangka. Fenomenologi Husserl ini kemudian
dijadikan sebagai landasan dalam fenomenologi agama. Fenomenologi agama
menjadikan agama sebagai objek studi menurut apa adanya. Atau dengan kata lain, ia menjelaskan fenomena
keagamaan sebagai yang ditunjukkan oleh agama itu sendiri.[8] Jadi dari
sini bisa dipahami, bahwa Fenomenologi agama adalah studi agama dengan cara
membandingkan berbagai fenomena yang sama dari berbagai agama untuk memperoleh
prinsip universal.
Tujuan fenomenologi agama adalah mengkaji dan kemudian
mengerti pola atau struktur agama atau menemukan esensi agama di balik
manifestasinya yang beragam atau memahami sifat-sifat yang unik pada fenomena
keagamaan serta untuk memahami peranan agama dalam sejarah dan budaya manusia.
F.
Pendekatan Kebudayaan
Dalam kamus umum bahasa indonesia,
kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi)
manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat; dan berarti pula kegiatan
(usaha) batin (akal dan sebagainya) untuk menciptakan sesuatu yang termasuk
hasil kebudayaan.
Dengan demikian, kebudayaan
adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan mengerahkan segenap
potensi batin yang dimilikinya. Didalam kebudayaan tersebut teerdapat
pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat, dan sebagainya. Kesemuanya
itu selanjutnya digunakan sebagai kerangka acuan oleh seseorang dalam menjawab
berbagai masalah yang dihadapinya.
Kebudayaan yang demikian dapat
pula digunakan untuk memahami agama yang terdapat pada tataran empiris atau
agama yang tampil dalam bentuk formal yang menggejala di masyarakat. Kita
misalnya membaca kitab fiqh, maka fiqh merupakan pelaksanaan dari nash Al-Qur’an
maupun hadits sudah melibatkan unsur penalaran dan kemampuan manusia. Dengan
demikian, agama menjadi membudaya atau membumi di tengah-tengah masyarakat.
Agama yang tampil dalam bentuknya yang demikian itu berkaitan dengan kebudayaan
yang berkembang di masyarakat tempat agama itu berkembang. Dengan melalui
pemahaman terhadap kebudayaan tersebut seseorang akan dapat mengamalkan ajaran
agama.[9]
Misalnya ketika kita menjumpai
kebudayaan berpakaian, bergaul, bermasyarakat, dan sebagainya. Dalam produk
kebudayaan tersebut, unsur agama ikut berintegrasi. Pakaian model jilbab,
kebaya atau lainya dapat di jumpai dalam pengamalan agama. Sebaliknya, tanpa
adanya unsur budaya, maka agama akan sulit dilihat sosoknya secara jelas.
IV.
KESIMPULAN
Yuridis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah hukum, jadi yamg
dimaksud dengan pendekatan yuridis adalah pemahaman terhadap agama Islam secara
hukum dengan mentaati peraturan, sedangkan peraturan merupakan hukum itu
sendiri.
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti
cinta kepada kebenaran, ilmu, dan hikmah. Pendekatan Filosofis pada intinya
berupaya menjelaskan inti,hakikat, atau hikmah. Filsafat mencari sesuatu yang
mendasar, asas, dan inti yang terdapat dibalik yang bersifat lahiriyah.
. Pendekatan Historis: yaitu
mempelajari Islam melalui kajian peristiwa masa lalu dengan melacak kapan
peristiwa tersebut terjadi, dimana, prosesnya, partisipannya. Dengan
menggunakan pendekatan sejarah, maka seorang akan diajak untuk melihat realita
yang terjadi dalam masyarakat, baik itu sejalan dengan ide-ide agama ataupun
yang senjang dari ide-ide agama tersebut. Pendekatan sejarah tidak hanya
meneliti peristiwa sukses, tapi juga peristiwa kegagalan.
Pendekatan Psikologis: pendekatan yang dilakukan untuk mengetahui tingkat
keagamaan seseorang, pengamalannya, bahkan dapat digunakan untuk memasukkan
agama ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan umur dan bakatnya. Psikologi merupakan salah satu study ilmiah yang
memperhatikan tingkah laku makhluk hidup yang beraneka ragam di dunia.
Fenomenologi memberi tekanan pada keperluan melukiskan gejala-gejala tanpa
prasangka. Fenomenologi
Agama adalah penelitian yang sistematis mengenai bentuk-bentuk agama, yaitu
bagian dari penelitian keagamaan yang mengklasifikan dan mengkaji secara sistematis
konsep-konsep keagamaan.
Pendekatan
Kebudayaan: yaitu penelitian yang dilakukan terhadap pengamalan agama yang terdapat
dalam masyarakat yang diproses oleh penganutnya dari sumber-sumber agama.
V.
PENUTUP
Syukur Alhamdulillah pemakalah
haturkan kepada Allah SWT dengan rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya sehingga
pemakalah dapat menyelesaikan makalah ini. Dan
tentunya dalam penyusunan makalah ini tidak luput dari sifat-sifat yang selalu
melekat pada manusia, yaitu kekurangan dan kesalahan. Untuk itu, pemakalah mengharap kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kebaikan bersama.Semoga makalah ini dapat bermanfa’at bagi kita
semua. Amin.
DAFTAR
PUSTAKA
Nata, Abuddin. Metodologi
Studi Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2011)
Romlah, psikologi pendidikan, (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2010)
[1] http://haeruneljufry.blogspot.com/2010/04/penerapan-pembelajaran-kontekstual-pada.html,
diunduh Kamis 17 Oktober 2013, jam
15.30 WIB
[2] http://nailyrahmawati.blogspot.com/2013/04/berbagai-pendekatan-konteks-studi-islam.html, diunduh Senin 2
Desember 2013, jam 16.00 WIB
[3] Abuddin
Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2011),
cet ke-18, Hlm. 42
[7] http://amarstain.blogspot.com/2013/04/makalah-tentng-pendekatan-fenomenologis.html,
diunduh Kamis 10 Oktober 2013, jam
15.12 WIB
[8] http://syamsulhadiuntung.blogspot.com/2011/07/makalah-tentng-pendekatan-fenomenologis.html, diunduh Kamis 17 Oktober 2013, jam 14.45 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar