Senin, 09 Juni 2014

makalah pengantar study Islam tentang berbagai pendekatan konteks study Islam

BERBAGAI PENDEKATAN KONTEKS STUDI ISLAM
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Semester Gasal
Mata kuliah    : Pengantar Studi Islam
Dosen Pengampu       : Nor Hadi, M.Pd.I
Disusun oleh:
1.      Kholifatul Alifah                         (133111130)
2.      Muhammad Misbahul Habibi      (133111155)
3.      Dewi Aminatul Zahro                 (133111160)
4.      Khoirrosyid Oktifuadi               (133111163)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013


          I.            PENDAHULUAN
Agama adalah kebutuhan fitri manusia. Sebelumnya, manusia belum mengenal kenyataan ini. Fitrah keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah yang melatarbelakangi perlunya manusia pada agama. Oleh karenanya, ketika datang wahyu Tuhan yang menyeru manusia agar beragama, maka seruan tersebut memang amat sejalan dengan fitrahnya.
Kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif di dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya sekedar disampaikan dalam khotbah, melainkan secara konsepsional menunjukkan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah.
Tuntutan terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab  manakala pemahaman agama yang selama ini banyak menggunakan berbagai macam pendekatan-pendekatan yang dapat memeberikan jawaban terhadap masalah yang timbul.
Hal demikian perlu dilakukan, karena melalui pendekatan tersebut kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya. Sebaliknya tanpa mengetahui berbagai pendekatan tersebut, tidak mustahil agama menjadi sulit dipahami oleh masyarakat, tidak fungsional, dan akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah kepada selain agama, dan hal ini tidak boleh terjadi.   


       II.            RUMUSAN MASALAH
A.    Apa yang dimaksud Pendekatan Yuridis?
B.     Apa yang dimaksud Pendekatan Filosofis?
C.     Apa yang dimaksud Pendekatan Historis?
D.  Apa yang dimaksud Pendekatan Psikologis?
E.   Apa yang dimaksud Pendekatan Fenomenologis?
F.   Apa yang dimaksud Pendekatan Kebudayaan?




    III.            PEMBAHASAN
A.           Pendekatan Yuridis
Yuridis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah hukum, jadi yang dimaksud dengan pendekatan yuridis adalah pemahaman terhadap agama Islam secara hukum dengan mentaati peraturan.[1] Sementara peran hukum secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni hukum sebagai alat pengatur atau pengontrol dan hukum sebagai alat rekayasa/perubahan sosial, bahkan hukum dapat menjadi alat untuk mengubah masyarakat kearah keadaan yang lebih baik. Dengan demikian, melalui pendekatan yuridis ini dapat memudahkan seseorang untuk mendalami dan memaknai suatu agama dengan sebaik-baiknya. Didalam umat Islam misalnya,  hukum yang dipakai umat Islam adalah berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.  
Hukum yang dipakai umat Islam adalah berdasarkan Al-Qur’an dan wahyu  yang diturunkan Allah kepada para nabi. Islam mengajarkan manusia untuk mentaati peraturan, sedangkan peraturan merupakan hukum itu sendiri. Dalam pelaksanaannya manusia kurang menyadari bahwa pendekatan yuridis sudah dialami oleh para Nabi. Perkembangan yuridis itu sendiri prosesnya dapat dibagi menjadi 4 periode:
1.        Periode Nabi
Segala persoalan dikembalikan kepada Nabi untuk menyelesaikan setiap masalah yang ada, karena Nabi merupakan sumber hukum. Secara tekstual pembuat hukum adalah Nabi, tetapi secara kontesktual pembuat hukum adalah Allah, karena hukum yang dikeluarkan Nabi bersumber pada wahyu dari Allah. Nabi sebenarnya bertugas menyampaikan dan melaksanakan hukum yang ditentukan oleh Allah. Sumber hukum yang ditinggalkan Nabi untuk umatnya setelah zamannya adalah Al-Qur’an dan Sunnah.
2.        Periode Sahabat
Pada zaman para sahabat daerah yang dikuasai Islam semakin luas. Daerah-daerah yang diluar Semenanjung Arabia telah mempunyai kebudayaan yang lebih maju dan susunan masyarakat yang modern dibandingkan dengan masyarakat Arabia ketika itu. Jadi, persoalan-persoalan yang dihadapi pada periode sahabat kepada masyarakat yang berada di daerah baru itu lebih sulit penyelesainnya dibandigkan dengan persoalan yang dihadapi masyarakat Arabia itu sendiri.
Untuk mencari penyelesaiannya para sahabat kembali kepada Al-Qur’an sunnah yang ditinggalkan Nabi. Al-Qur’an sendiri pada masa sahabat dihafal sedangkan sunnah tidak dihafal oleh semua sahabat, setelah Al-Qur’an dihafal oleh semua sahabat maka pada masa kholifah Abu Bakar Al-Qur’an dibukukan sedangkan sunnah (hadits) tidak dibukukan karena para sahabat lebih condong kepada Al-Qur’an.
Pada masa sahabat mempunyai masalah yang tidak bisa diselesaikan karena mereka sudah mencari didalam al-qur’an dan hadits tetapi masih tidak bisa menyelesaikan masalah tersebut, maka mereka berijtihad untuk menyelesaikan masalah dengan melakukan ijma’. Maksudnya ijma’ yaitu kholifah tidak memutuskan masalah hukum dengan sendiri tetapi bertanya lebih dahulu kepada para sahabat yang lainnya. Sumber hukum yang ditinggalkan para sahabat adalah Al-Qur’an, sunnah Nabi dan sunnah sahabat.[2]
3.        Periode Ijtihad
Pada periode ini islam mengalami kejayaan yang terjadi pada tahun 700-1000 Masehi. Periode ini juga disebut periode pengumpulan hadist, ijtihad atau fatwa sahabat dan tabi’in (generasi setelah sahabat). Sesuai dengan bertambah luasnya daerah islam, berbagai macam bangsa masuk islam dengan membawa berbagai macam adat-istiadat, tradisi dan system kemasyarakatan. Problematika hukum yang dihadapi beragam. Untuk mengatasi itu semua para ulama-ulama banyak yang melakukan ijtihad. Ijtihad mereka berdasarkan al-qur’an, sunnah nabi, sunnah sahabat. Maka timbullah ahli-ahli hukum mujtahid  yang disebut imam atau faqih (fuqaha’) dalam islam. Maka kita saat ini mengenal dengan nama madzhab yang dimana kita ketahui ada 4 madzhab yaitu: madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali.
4.        Periode Taklid
Periode taklid terjadi pada abad ke-4 Hijriah (abad ke-11 Masehi). Masyarakat sudah tidak tetuju pada sumber-sumber hukum yang telah ada sebelum periodenya, tetapi mereka lebih tertuju hanya untuk mempertahankan hukum menurut madzhabnya masing-masing setiap individu atau kelompok.

B.            Pendekatan Filosofis
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu, dan hikmah. Selain itu, filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha mencari tahu sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, Poerwadarninta mengartikan filsafat sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas, hukum dan sebagainya terhadap segala yang ada di alam semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti “ adanya” sesuatu. Menurut Sidi Gazalba filsafat adalah berfikir secara mendalam, sistematik, radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah atau hakikat mengenai sesuatu yang ada.
Filsafat pada intinya berupaya menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah. Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, asas, dan inti yang terdapat dibalik yang bersifat lahiriyah. Sebagai contoh, kita jumpai berbagai merek pulpen dengan kualitas dan harganya yang berlain-lainan namun inti semua pulpen itu adalah sebagai alat tulis. Ketika disebut alat tulis, maka tercakuplah semua nama dan jenis bulpen.
Berpikir secara secara filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam memahami ajaran agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami secara seksama. Ajaran agama misalnya mengajarkan agar melaksanakan sholat. Tujuanya antara lain agar seseorang merasakan hikmahnya hidup secara berdampingan pada orang lain.[3]
Dengan menggunakan pendekatan filosofis seseorang akan dapat memberi makna terhadap sesuatu yang dijumpainya, dan dapat pula menangkap hikmah dan ajaran yang terkandung didalamnya. Dengan cara demikian ketika seseorang mengerjakan suatu amal ibadah tidak akan merasa kekeringan spiritual yang dapat menimbulkan kebosanan. Semakin mampu menggali makna filosofis dari ajaran agama, maka semakin meningkat pula sikap penghayatan, dan daya spiritualitas yang dimiliki seseorang.  

C.     Pendekatan Historis
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini, segala peristiwa dapat di lacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, dimana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Pendekatan Historis: yaitu mempelajari Islam melalui kajian peristiwa masa lalu dengan melacak kapan peristiwa tersebut terjadi, dimana, prosesnya. Dengan menggunakan pendekatan sejarah, maka seorang akan diajak untuk melihat realita yang terjadi dalam masyarakat, baik itu sejalan dengan ide-ide agama ataupun yang senjang dari ide-ide agama tersebut.
Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Dalam hubungan ini, Kuntowijoyo telah melakukan studi yang mendalam terhadap agama yang dalam hal ini Islam, menurut pendekatan sejarah. Ketika ia mempelajari Al-qur’an, ia sampai pada suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan Al-qur’an itu terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama, berisi konsep-konsep dan bagian kedua, berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.[4]
Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini, manusia tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya, karena pemahaman demikian akan menyesatkan orang yang memahaminya. Seseorang yang ingin memahami Al-Qur’an misalnya, yang bersangkutan harus mempelajari sejarah turunya Al-Qur’an atau kejadian-kejadian yang mengiringi turunya Al-Qur’an yang selanjutnya disebut Ilmu Asbab al-Nuzul  yang pada intinya berisi sejarah turunya ayat Al-Qur’an.

D.    Pendekatan Psikologis
Psikologis adalah ilmu jiwa yang menyelidiki tentang keadaan jiwa seseorang berdasarkan cara pikir, tindakan serta perilaku orang tersebut. Psikologi secar harfiah berasal dari kata psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi ringkasnya, psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan perbuatan individu yang tidak dapat terlepas dengan lingkungannya.
Psikologi merupakan salah satu study ilmiah yang memperhatikan tingkah laku makhluk hidup yang beraneka ragam di dunia. Hal ini telah terjadi sejak zaman primitif dan telah mengalami perkembangan yang begitu cepat.[5] Seseorang ketika berjumpa saling mengucapkan salam, hormat kepada orang tua, kepada guru, menutup aurat, rela berkorban untuk kebenaran, dan sebagainya merupakan gejala-gejala keagamaan yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa.
Dalam ajaran agama banyak kita jumpai istilah-istilah yang menggambarkan sikap batin seseorang. Misalnya sikap beriman dan bertaqwa kepada Allah sebagai orang saleh, orang yang berbuat baik, orang yang shadiq (jujur), dan sebagainya. Semua itu adalah gejala-gejala kejiwaan yang berkaitan dengan agama.
Dengan ilmu jiwa ini seseorang selain akan mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami, dan diamalkan. Seseorang juga dapat sebagai alat untuk memasukkan agama ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkatan usianya. Dengan ilmu ini agama akan menemukan cara yang tepat dan cocok untuk menanamkanya.
Kita misalnya dapat mengetahui pengaruh dari sholat, puasa, zakat, haji, dan ibadah lainya dengan melalui ilmu jiwa. Dengan pengetahuan ini, maka dapat disusun langkah-langkah baru yang efisien lagi dalam menanamkan ajaran agama. Itulah sebabnya ilmu jiwa ini banyak digunakan sebagai alat untuk menjelaskan gejala atau sikap keagamaan seseorang. [6]

E.     Pendekatan Fenomenologis
 Kata “fenomena” dalam bahasa Inggris disebut phenomena atau phenomenon secara etimologis berarti perwujudan, kejadian, atau gejala.[7] Istilah fenomenologi berasal dari bahasa Yunani yang berarti ilmu gejala atau ilmu tentang gejala-gejala. Fenomenologi memberi tekanan pada keperluan melukiskan gejala-gejala tanpa prasangka. Fenomenologi Agama adalah penelitian yang sistematis mengenai bentuk-bentuk agama, yaitu bagian dari penelitian keagamaan yang mengklasifikasikan dan mengkaji secara sistematis konsep-konsep keagamaan.
Fenomenologi merupakan salah satu pendekatan yang unik diantara banyak pendekatan dalam studi islam. Pendekatan fenomenologis mula-mula merupakan upaya membangun suatu metodologi yang koheren bagi studi agama. Fokus utama fenomenologi agama adalah aspek pengalaman keagamaan, dengan mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena keagamaan secara konsisten dalam orientasi keimanan atau kepercayaan objek yang diteliti. Pendekatan ini melihat agama sebagai komponen yang berbeda dan dikaji secara hati-hati berdasarkan sebuah tradisi keagamaan untuk mendapatkan pemahaman di dalamnya. Fenomenologi agama muncul dalam upaya untuk menghindari pendekatan-pendekatan yang sempit dan normatif dengan berupaya mendeskripsikan pengalaman-pengalaman agama dengan akurat. Fenomenologi agama sebagai sebuah kajian komparatif dimana cara kerjanya adalah dengan mengklasifikasikan, menyusun tipe-tipe fenomena agama yang berbeda secara sistematis. Dalam hal ini ia menggunakan sejarah agama untuk kemudian dianalisa berdasarkan konsep-konsep filsafat.
Tugas utama fenomenologi menurut Husserl seorang filosof Jerman adalah menjalin keterkaitan manusia dengan realitas. Husserl menggunakan istilah fenomenologi untuk menunjukkan apa yang nampak dalam kesadaran kita dengan membiarkannya termanifestasi apa adanya tanpa memasukkan kategori pikiran kita padanya. Dalam mencari yang esensial bermula dari membiarkan fenomena itu berbicara sendiri tanpa dibarengi dengan prasangka. Fenomenologi Husserl ini kemudian dijadikan sebagai landasan dalam fenomenologi agama. Fenomenologi agama menjadikan agama sebagai objek studi menurut apa adanya. Atau dengan kata lain, ia menjelaskan fenomena keagamaan sebagai yang ditunjukkan oleh agama itu sendiri.[8] Jadi dari sini bisa dipahami, bahwa Fenomenologi agama adalah studi agama dengan cara membandingkan berbagai fenomena yang sama dari berbagai agama untuk memperoleh prinsip universal.
Tujuan fenomenologi agama adalah mengkaji dan kemudian mengerti pola atau struktur agama atau menemukan esensi agama di balik manifestasinya yang beragam atau memahami sifat-sifat yang unik pada fenomena keagamaan serta untuk memahami peranan agama dalam sejarah dan budaya manusia.
F.      Pendekatan Kebudayaan
Dalam kamus umum bahasa indonesia, kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat; dan berarti pula kegiatan (usaha) batin (akal dan sebagainya) untuk menciptakan sesuatu yang termasuk hasil kebudayaan.
Dengan demikian, kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan mengerahkan segenap potensi batin yang dimilikinya. Didalam kebudayaan tersebut teerdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat, dan sebagainya. Kesemuanya itu selanjutnya digunakan sebagai kerangka acuan oleh seseorang dalam menjawab berbagai masalah yang dihadapinya.
Kebudayaan yang demikian dapat pula digunakan untuk memahami agama yang terdapat pada tataran empiris atau agama yang tampil dalam bentuk formal yang menggejala di masyarakat. Kita misalnya membaca kitab fiqh, maka fiqh merupakan pelaksanaan dari nash Al-Qur’an maupun hadits sudah melibatkan unsur penalaran dan kemampuan manusia. Dengan demikian, agama menjadi membudaya atau membumi di tengah-tengah masyarakat. Agama yang tampil dalam bentuknya yang demikian itu berkaitan dengan kebudayaan yang berkembang di masyarakat tempat agama itu berkembang. Dengan melalui pemahaman terhadap kebudayaan tersebut seseorang akan dapat mengamalkan ajaran agama.[9]
Misalnya ketika kita menjumpai kebudayaan berpakaian, bergaul, bermasyarakat, dan sebagainya. Dalam produk kebudayaan tersebut, unsur agama ikut berintegrasi. Pakaian model jilbab, kebaya atau lainya dapat di jumpai dalam pengamalan agama. Sebaliknya, tanpa adanya unsur budaya, maka agama akan sulit dilihat sosoknya secara jelas.

    IV.            KESIMPULAN
Yuridis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah hukum, jadi yamg dimaksud dengan pendekatan yuridis adalah pemahaman terhadap agama Islam secara hukum dengan mentaati peraturan, sedangkan peraturan merupakan hukum itu sendiri.
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu, dan hikmah. Pendekatan Filosofis pada intinya berupaya menjelaskan inti,hakikat, atau hikmah. Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, asas, dan inti yang terdapat dibalik yang bersifat lahiriyah.
. Pendekatan Historis: yaitu mempelajari Islam melalui kajian peristiwa masa lalu dengan melacak kapan peristiwa tersebut terjadi, dimana, prosesnya, partisipannya. Dengan menggunakan pendekatan sejarah, maka seorang akan diajak untuk melihat realita yang terjadi dalam masyarakat, baik itu sejalan dengan ide-ide agama ataupun yang senjang dari ide-ide agama tersebut. Pendekatan sejarah tidak hanya meneliti peristiwa sukses, tapi juga peristiwa kegagalan.
Pendekatan Psikologis: pendekatan yang dilakukan untuk mengetahui tingkat keagamaan seseorang, pengamalannya, bahkan dapat digunakan untuk memasukkan agama ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan umur dan bakatnya. Psikologi merupakan salah satu study ilmiah yang memperhatikan tingkah laku makhluk hidup yang beraneka ragam di dunia.
Fenomenologi memberi tekanan pada keperluan melukiskan gejala-gejala tanpa prasangka. Fenomenologi Agama adalah penelitian yang sistematis mengenai bentuk-bentuk agama, yaitu bagian dari penelitian keagamaan yang mengklasifikan dan mengkaji secara sistematis konsep-konsep keagamaan.
Pendekatan Kebudayaan: yaitu penelitian yang dilakukan terhadap pengamalan agama yang terdapat dalam masyarakat yang diproses oleh penganutnya dari sumber-sumber agama.

       V.            PENUTUP
Syukur Alhamdulillah pemakalah haturkan kepada Allah SWT dengan rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya sehingga pemakalah dapat menyelesaikan makalah ini. Dan tentunya dalam penyusunan makalah ini tidak luput dari sifat-sifat yang selalu melekat pada manusia, yaitu kekurangan dan kesalahan. Untuk itu, pemakalah  mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun demi kebaikan bersama.Semoga makalah ini dapat bermanfa’at bagi kita semua. Amin.




DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2011)

Romlah, psikologi pendidikan, (Malang: Universitas Muhammadiyah  Malang, 2010)






[3] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2011), cet ke-18, Hlm. 42

[4] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Hlm. 46-48

[5] Romlah, psikologi pendidikan, (Malang: Universitas Muhammadiyah  Malang, 2010),Cet.ke-2, Hlm. 1
[6] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Hlm. 50-51
[9] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Hlm. 49

Tidak ada komentar:

Posting Komentar