Sabtu, 15 Februari 2014

pendirian dan perkembangan sekolah tinggi islam




I.                   PENDAHULUAN
Pendidikan Tinggi Islam mempunyai tugas pokok untuk menyelenggarakan pendidikan, pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat di bidang ilmu pengetahuan agama Islam sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Pendidikan tinggi Islam berupaya menjadi centre of excellence yakni pusat kajian dan pengembangan ilmu agama Islam yang diarahkan kepada terciptanya tujuan pendidikan, berupaya menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional, yang mampu mengembangkan, menyebarluaskan dan menerapkan ilmu pengetahuan agama Islam, serta untuk meningkatkan kecerdasan umat dan taraf kesejahteraan kehidupan masyarakat.
 Penyelenggaraan tugas pokok tersebut merupakan persyaratan bagi perguruan tinggi dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional, termasuk perguruan tinggi Islam. Berkaitan dengan tugas pokok perguruan tinggi untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, perguruan tinggi Islam memberikan penekanan pada aspek moral agama Islam yang melandasi semua bidang ilmu pengetahuan yang dikembangkannya. Hal ini merupakan visi dan misi perguruan tinggi Islam dalam mencetak generasi bangsa yang bermoral islami.Perguruan tinggi memiliki peranan yang amat penting dalam pembangunan suatu bangsa dan negara. Oleh karena itulah dimana saja di penjuru dunia ini akan berlomba untuk mendirikan perguruan tinggi dan mendorong generasi mudanya untuk memasuki perguruan tinggi.

II.                RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimana Sejarah Pendirian dan Perkembangan Perguruan Tinggi Islam ?
B.     Bagaimana Sejarah Pendirian dan Perkembangan Perguruan Tinggi Islam di Indonesia ?
C.     Sebutkan macam-macam Perguruan Tinggi Islam di Indonesia !




III.             PEMBAHASAN
A.    Sejarah Pendirian dan Perkembangan Perguruan Tinggi Islam
Perguruan tinggi Islam berawal dari pendidikan informal yang lebih berkaitan dengan upaya-upaya dakwah Islamiyyah, penyebaran, dan penanaman dasar-dasar kepercayaan dan ibadah Islam. Dalam kaitan itulah bisa dipahami kenapa proses pendidikan Islam pertama kali berlangsung di rumah, yang paling terkenal Dar al-Arqam. Tetapi ketika masyarakat Islam sudah terbentuk, maka pendidikan diselenggarakan di masjid. Pendidikan kedua tempat ini dilakukan dalam halaqoh, lingkaran belajar.
Dalam tradisi pendidikan islam, institusi pendidikan tinggi lebih dikenal dengan nama al jami’ah, yang tentu saja secara historis dan kelembagaan berkaitan dengan masjid jami’-masjid besar tempat berkumpul jama’ah untuk menunaikan shalat jum’at. Al-Jami’ah yang muncul paling awal dengan pretensi sebagai “Lembaga Pendidikan Tinggi” adalah Al-Azhar di Kairo, Zaituna di Tunis dan Qarrawiyyin di Fez.[1]
Melihat perkembangan sejarah pendidikan Islam yang begitu dinamis dan panjang,pada awal periode pengembangan lembaga pendidikan Islam ada dua lembaga pendidikan Islam yang sangat dikenal dan mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan pendidikan Islam secara umum. Dua perguruan Islam itu adalah Madrasah Nidzhamiyyah di Baghdad dan Universitas Al-Azhar di Kairo
 Pertama, Madrasah Nizhamiyah merupakan lembaga pendidikan tinggi  islam yang didirikan oleh nizham Al mulk wazir terkemuka dari bani saljuk ( 1063-1092 M). Madrasah ini oleh Makdisi dikatakan sebagai pendidikan islam yang sangat menonjol dalam dunia pendidikan islam. Menggunakan nama madrasah untuk lembaga pendidikan ini mempunyai pengartian yang berbeda dengan pengetian madrasah pada masa sekarang. Pengertian madrasah ini dalam bentuk klasiknya oleh Stanton dan Makdisi dapat disebut sebagi pendidikan akademi. Penggunaan nama pendidikan Islam untuk berbagai jenjang dengan nama madrasah ini dapat di pahami mengingat pemberian nama lebih cenderung pada fungsi esensialnya sebuah lembaga pendidikan islam yaitu untuk mengembangkan ilmu pengetahuan islam dan sekaligus untuk menyebar luaskan paham keagamaan. 
Pendiri madrasah ini yakni Nizam al-mulk disamping dikenal sebagai seorang wazir yang ahli dalam bidang politik, seorang panglima, filsuf, dan seorang alim yang luas pengetahuanya, menghormati para ulama’ dan prestasinya dibidang lembaga pendidikan tampak dalam perananya mengembangkan pendidikan yang merupakan satu perguruan tinggi Islam di dunia. Madrasah ini berdiri sebagai madrasah yang paling unggul pada abad ke 11 terletak di Baghdad sebagai pusat kerajaan yang merupakan salah satu pusat pendidikan tinggi yang paling terkenal dan menjadi model bagi pengembangan lembaga-lembaga serupa diseluruh wilayah kekuasaan Islam.[2]    
Kedua, Universitas Al Azhar mula-mula didirikan sebagai masjid tempat ibadah umat Islam oleh khalifah Mauizuddin li Dinillah setelah dapat mengusai Mesir pada tanggal 24 Jumadil Ula 359 H dengan mendirikan kota Kairo. Daulah Fathimiyah adalah gerakan politik Islam paham Syi’ah, dan tujuan mendirikan universitas ini adalah untuk mempersiapkan para kader untuk menyebarluaskan doktrin-doktrin keagamaan Syia’ah. Dengan demikian perkembangan Universitas Al-Azhar yang semula fungsi utamanya sebagai tempat ibadah kemudian berubah menjadi lembaga pendidikan yang diorganisasikan dibawah pengelolaan kholifah.
Universitas Al Azhar merupakan universitas Islam yang paling terkenal didunia Islam, dan memiliki peran penting dalam mendorong pertumbuhan pendidikan tinggi Islam diluar Kairo. Universitas Al Azhar juga dikenal sebagai universitas Islam tertua didunia dan mempunyai dampak sosial yang tidak kecil terhadap kehidupan rakyat Mesir. Universitas ini telah melahirkan pemimpin-pemimpin besar, filsuf, sarjana, tokoh politik dan orang-orang yang terkenal karena kearifan dan integritas pribadinya. Universitas ini menduduki tempat yang terhormat di antara lembaga-lembaga pendidikan tinggi yang ada diseluruh dunia.[3]


B.     Sejarah Pendirian dan Perkembangan Perguruan Tinggi islam di Indonesia
Hasrat umat Islam untuk mendirikan pendidikan tinggi sudah dirintis sejak zaman kolonial Belanda, M. Nastir menulis dalam Capita Selecta bahwa keinginan untuk mendirikan pendidikan tinggi Islam itu telah muncul di hati umat Islam. M. Nastir, menyebutkan bahwa Dr. Satiman telah menulis artikel tentang cita-cita beliau untuk mendirikan perguruan tinggi Islam di Indonesia. Kendatipun yang diungkapkan ini masih dalam bentuk ide, belum menjadi kenyataan, akan tetapi semangat untuk mendirikan perguruan tinggi Islam itu telah muncul pada tahun 1930-an.
Mahmud Yunus, mengemukakan pula bahwa di Padang Sumatra Barat pada tanggal 9 Desember 1940 telah berdiri perguruan tinggi Islam yang dipelopori oleh Persatuan Guru-guru Agama Islam (PGAI). Menurut Mahmud Yunus perguruan tinggi ini yang pertama di Sumatra Barat bahkan di Indonesia.[4] Tetapi, ketika Jepang masuk ke Sumatra Barat pada tahun 1941, perguruan tinggi ini ditutup sebab Jepang hanya mengizinkan dibuka tingkat dasar dan menengah. 
Pendidikan ini dibuka dari dua fakultas:
1.      Fakultas Syari’at (Agama)
2.      Fakultas Pendidikan dan Bahasa Arab
Semangat untuk mendirikan perguruan tinggi ini juga tercantum dalam Kongres II MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) yang diadakan di Solo pada tanggal 2-7 Mei 1939, dihadiri oleh 25 organisasi Islam yang menjadi anggota MIAI. Didalam laporan kongres itu salah satu agenda pembahasannya adalah perguruan tinggi Islam, kongres mendukung terbentuknya perguruan tinggi Islam.[5]
Berdasarkan hal itu dapat dimaklumi bahwa umat Islam sejak zaman kolonial Belanda telah memiliki cita-cita untuk mendirikan perguruan tinggi. Apalagi di kalangan pemerintah kolonial Belanda sudah lama berdirinya lembaga pendidikan tinggi, misalnya Sekolah Tinggi Teknik (Technische HogeSchool) didirikan tahun 1920 di Bandung, dan sekolah Tinggi Hukum (Rechtskundige HogeSchool) didirikan tahun 1920 di Jakarta, sekolah Tinggi Kedokteran (Geneeskundige HogeSchool) berdiri tahun 1927 di Jakarta. Dengan demikian, keadaan seperti ini mendorong tokoh-tokoh pendidik Islam untuk mendirikan lembaga pendidikan tinggi.
Usaha untuk mendirikan perguruan tinggi Islam terus menggelora di kalangan umat Islam. Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia) merupakan gabungan dari organisasi-organisasi Islam, memelopori untuk mendirikan perguruan tinggi Islam. Untuk itu pada bulan April 1945 diadakan rapat di Jakarta yang dihadiri oleh tokoh-tokoh organisasi Islam yang menjadi anggota Masyumi. Hasil rapat tersebut memutuskan membentuk panitia perencanaan perguruan tinggi Islam yang dipimpin oleh Moh. Hatta dan sekretarisnya M. Nastir. Akhirnya, atas bantuan pemerintah Jepang perguruan tinggi Islam dibuka secara resmi pada tanggal 27 Rajab 1364 H bertepatan dengan tanggal 8 Juli 1945 di Jakarta. Peresmiannya diselenggarakan di gedung kantor Imigrasi Pusat Gondangdia di Jakarta. Kurikulum yang dipakai adalah mencontoh Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar Kairo.[6]
Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 yang berbarengan dengan itu tokoh-tokoh pendiri sekolah tinggi Islam terlibat langsung pula dalam kancah perjuangan kemerdekaan Replubik Indonesia. Dan sekaitan pula dengan munculnya agresi Belanda ke Indonesia untuk kembali menjadikan Indonesia bagian dari negeri jajahan mereka, maka ibukota negeri Replubik Indonesia dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta. Dengan pindahnya pemerintah Replubik Indonesia ke Yogyakarta maka perguruan tinggi Islam ikut pindah pula. Pada tanggal 10 April 1946 sekolah tinggi Islam dibuka kembali di Yogyakarta.
Untuk lebih meningkatkan efektifitas serta keluasan jangkauan sekolah tinggi Islam, maka muncullah ide untuk mengubah sekolah tinggi Islam menjadi universitas. Setelah diputuskan panitia perbaikan sekolah tinggi Islam untuk mengubah sekolah tinggi Islam menjadi universitas Islam Indonesia (UII) dengan membuka 4 fakultas yaitu: Agama, Hukum, Pendidikan, Ekonomi, yang kemudian secara resmi dibuka pada tanggal 10 Maret 1948. Dalam perkembangan berikutnya fakultas Agama UII  ini di negerikan, sehingga fakultas Agama tersebut terpisah dari UII menjadi PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri).[7]

C.    Macam – macam Perguruan Tinggi Islam di Indonesia
1.      Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN)
Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) didirikan di Yogyakarta tahun 1951 dengan peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1950 dan ditanda tangani oleh Presiden RI bertanggal 14 Agustus 1950. Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) berasal dari fakultas Agama dari Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta. Dengan demikian, Universitas Islam Indonesia (UII) tidak mempunyai fakultas Agama lagi. Hanya tinggal fakultas hukum, fakultas Ekonomi dan Paedagogik (Pendidikan).[8]
Tujuan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) adalah untuk memberi pengajaran tinggi dan menjadi pusat memperkembangkan dan memperdalam ilmu pengetahuan tentang Agama Islam dan untuk tujuan tersebut diletakkan asas untuk membentuk manusia susila dan cakap serta mempunyai keinsyafan bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat Indonesia dan dunia umumnya atas dasar pancasila, kebudayaan, dan kebangsaan Indonesia. Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) ini mempunyai jurusan Tarbiyah dan Dakwah dengan lama belajar 4 tahun pada tingkat bakalaureat dan Doktoral.

2.      Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA)
Dengan ditetapkannya Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidkan dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1951 No.K/651 tanggal 20 Januari 1951 (Agama) dan No.143/K tanggal 20 Januari 1951 (Pendidikan), maka pendidikan agama dengan resmi dimasukkan ke sekolah-sekolah negeri dan swasta. Berkenaan dengan itu, dan sekaitan pula dengan peraturan-peraturan sebelumnya, maka Departemen Agama yang bertugas untuk menyiapkan tenaga-tenaga guru agama untuk kesuksesan pelaksanaan pendidikan agama disekolah-sekolah. Sehubungan dengan itu untuk merealisasi salah satu tugas tersebut pemerintah mendirikan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) dengan maksud dan tujuan “guna mendidik dan mempersiapkan pegawai negeri akan mencapai ijazah pendidikan semi akademi dan akademi untuk dijadikan ahli didik agama pada sekolah-sekolah lanjutan, baik umum maupun kejuruan dan agama.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka di Jakarta tepatnya di Ciputat didirikan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) pada tanggal 15 Mei 1957 berdasarkan ketetapan menteri Agama Nomor 1 tahun 1957 yang dipimpin oleh Madmud Yunus.[9]

3.      Institut Agama Islam Negeri  (IAIN)
Setelah Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) berusia kurang lebih 9 tahun, maka lembaga pendidikan tinggi dimaksud telah mengalami perkembangan. Dengan perkembangan tersebut dirasakan bahwa tidak mampu menampung keluasan cakupan ilmu-ilmu keislaman tersebut kalau hanya berada dibawah satuan payung fakultas saja. Berkenaan dengan itu timbullah ide-ide, gagasan-gagasan untuk mengembangkan cakupan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) kepada yang lebih luas.
Setelah mengadakan sidang beberapa kali, maka disepakatilah bahwa Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) yang berkedudukan di Yogyakarta dengan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) yang berkedudukan di Jakarta digabungkan menjadi satu dengan nama Institut Agama Islam Negeri “Al-Jami’ah al-Islamiyah al-Hukumiyah. Keputusan panitia tersebut disetujui oleh pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Replubik Indonesia No.11 Tahun 1960 tentang pembentukan Institut Agama Islam Negeri yang mulai berlaku pada tanggal 9 Mei 1960. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) diresmikan berdirinya pada tanggal 2 Rabi’ul Awal tahun 1380 H. dipilih tanggal tersebut karena tanggal itulah terjadinya peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah. Dalam perkembangan berikutnya sebagian Institut Agama Islam Negeri (IAIN) telah berubah menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) secara bertahap sejak tahun 2002.

4.      Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN)
Sejak Institut Agama Islam Negeri (IAIN) didirikan pada tahun 1960, lembaga ini telah berkembang ke berbagai kota di Indonesia, yang akhirnya IAIN-IAIN tersebut pada mulanya merupakan cabang dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Yogyakarta atau Jakarta menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) yang berdiri sendiri. IAIN-IAIN yang berdiri sendiri itu, berdasarkan kebutuhan di berbagai daerah membuka cabang-cabang pula di luar Institut Agama Islam Negeri (IAIN) induknya sehingga Institut Agama Islam Negeri (IAIN) menjadi berkembang di berbagai daerah.
Untuk menjadikan fakultas-fakultas daerah itu mandiri, dan lebih dapat mengembangkan dirinya tidak terikat dengan berbagai peraturan yang agak mengekang oleh Institut Agama Islam Negeri (IAIN) induknya, maka fakultas-fakultas daerah itu dipisahkan dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) induknya masing-masing yang secara administrasi tidak lagi memiliki ikatan dengan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) induk masing-masing. Setelah dipisahkan itu bernamalah lembaga ini menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)  yang mungkin dahulu bernama fakultas tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, berubah menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Malang. Fakultas-fakultas daerah yang memiliki lebih dari satu fakultas di suatu kota digabung menjadi satu dan menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) di kota tersebut.[10]


5.      Universitas Islam Negeri (UIN)
Perubahan IAIN menjadi UIN tidaklah begitu sulit apabila semua pihak yang berwenang setuju, tetapi yang amat penting untuk dipertimbangkan adalah implikasi dari perubahan itu, tenaga pengajar, fasilitas dan sarana, dana, konsep keilmuan dan banyak lagi yang lain. Semuanya menunggu kematangan untuk berdirinya Universitas Islam Negeri. Inti dan hakikat dari Universitas Islam Negeri adalah mengembangkan ilmu-ilmu yang tidak hanya ilmu agama saja, tetapi juga mengembangkan berbagai disiplin ilmu-ilmu lainnya yang tergolong ilmu-ilmu kealaman (natural science), ilmu-ilmu sosial (social science) dan ilmu humaniora.
Dalam rangka persiapan menuju ke UIN beberapa IAIN telah mulai membuka beberapa fakultas yang tidak lagi hanya tergolong kepada fakultas-fakultas keagamaan saja, misalnya program studi tehnik informatika, program studi Agrobisnis, Psikologi, Manajemen, Akuntansi. Dilihat dari sudut pandangan Islam bahwa konsep Perguruan Tinggi Islam yang ideal itu adalah berbentuk universitas.
Sejak tahun 2002 telah terjadi perubahan bagi sebagian IAIN menjadi UIN, yaitu IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta berubah menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berdasakan keputusan Presiden No. 31 Tahun 2002 Tanggal 20 Mei 2002. Seterusnya diikuti oleh beberapa IAIN dan satu STAIN. IAIN yang telah berubah ujud menjadi UIN adalah IAIN Syarif Hidayatullah menjadi UIN Syarif Hidayatullah. IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta berubah menjadi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, IAIN Syarif Qasim Pekan Baru berubah menjadi UIN Syarif Qasim Pekan Baru, IAIN Alauddin Makassar berubah menjadi UIN Alauddin Makasar, IAIN Sunan Gunung Jati Bandung berubah menjadi UIN Sunan Gunung Jati Bandung. STAIN Malang berubah menjadi UIN Malang.

6.      Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (PTAIS)
Universitas Islam Indonesia atau UII Yogyakarta adalah perguruan tinggi Islam yang tertua di Indonesia. Setelah fakultas agamanya dinegerikan menjadi PTAIN tahun 1950, kemudian PTAIN digabungkan dengan ADIA menjadi IAIN, dan dari IAIN fakultas-fakultas daerahnya menjadi STAIN, fakultas-fakultas yang non agama UII (Ekonomi, Hukum, dan Pendidikan) tetap menjadi fakultas-fakultas swasta. Fakultas-fakultas non agama ini menjadi berkembang dan sekarang ditambah dengan fakultas-fakultas lain.[11]
Universitas Islam yang semacam ini saat sekarang sudah tersebar luas di Indonesia, ada yang bentuknya diasuh oleh organisasi-organisasi Islam dan ada pula yang berbentuk yayasan yang tidak bernaung dibawah naungan satu organisasi Islam. Diantara universitas-universitas Islam tersebut adalah UISU (Universitas Islam Sumatera Utara) di Medan, Universitas Islam Bandung (UNISBA) di Bandung, Universitas Islam Jakarta (UIJ), Universitas Muslimin Indonesia (UMI) di Makassar. Selain dari berbentuk universitas perguruan tinggi Islam tersebut ada pula yang berbentuk institut dan sekolah tinggi yang kordinasinya tunduk ke Kopertais di wilayah masing-masing.


IV.             KESIMPULAN
Perguruan tinggi Islam berawal dari pendidikan informal yang lebih berkaitan dengan upaya-upaya dakwah Islamiyyah, penyebaran, dan penanaman dasar-dasar kepercayaan dan ibadah Islam. Dalam kaitan itulah bisa dipahami kenapa proses pendidikan Islam pertama kali berlangsung di rumah, yang paling terkenal Dar al-Arqam. Tetapi ketika masyarakat Islam sudah terbentuk, maka pendidikan diselenggarakan di masjid. Pendidikan kedua tempat ini dilakukan dalam halaqoh, lingkaran belajar.
Melihat perkembangan sejarah pendidikan Islam yang begitu dinamis dan panjang,pada awal periode pengembangan lembaga pendidikan Islam ada dua lembaga pendidikan Islam yang sangat dikenal dan mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan pendidikan Islam secara umum. Dua perguruan Islam itu adalah Madrasah Nidzhamiyyah di Baghdad dan Universitas Al-Azhar di Kairo.
Mahmud Yunus, mengemukakan pula bahwa di Padang Sumatra Barat pada tanggal 9 Desember 1940 telah berdiri perguruan tinggi Islam yang dipelopori oleh Persatuan Guru-guru Agama Islam (PGAI). Menurut Mahmud Yunus perguruan tinggi ini yang pertama di Sumatra Barat bahkan di Indonesia. Tetapi, ketika Jepang masuk ke Sumatra Barat pada tahun 1941, perguruan tinggi ini ditutup sebab Jepang hanya mengizinkan dibuka tingkat dasar dan menengah. 
Usaha untuk mendirikan perguruan tinggi Islam terus menggelora di kalangan umat Islam. Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia) merupakan gabungan dari organisasi-organisasi Islam, memelopori untuk mendirikan perguruan tinggi Islam. Untuk itu pada bulan April 1945 diadakan rapat di Jakarta yang dihadiri oleh tokoh-tokoh organisasi Islam yang menjadi anggota Masyumi. Hasil rapat tersebut memutuskan membentuk panitia perencanaan perguruan tinggi Islam yang dipimpin oleh Moh. Hatta dan sekretarisnya M. Nastir. Akhirnya, atas bantuan pemerintah Jepang perguruan tinggi Islam dibuka secara resmi pada tanggal 27 Rajab 1364 H bertepatan dengan tanggal 8 Juli 1945 di Jakarta. Peresmiannya diselenggarakan di gedung kantor Imigrasi Pusat Gondangdia di Jakarta. Kurikulum yang dipakai adalah mencontoh Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar Kairo.

Macam – macam Perguruan Tinggi Islam di Indonesia:
1.        Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN)
2.      Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA)
3.      Institut Agama Islam Negeri  (IAIN)
4.      Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN)
5.      Universitas Islam Negeri (UIN)
6.      Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (PTAIS)

V.                PENUTUP
Syukur  Alhamdulillah demikian makalah yang dapat kami susun. Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan. Untukitu, kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah kami ini dan berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.







[1] Fatah Syukur, Sejarah Pendidikan Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2012), Hlm.49
[2] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media Group, 2009), Hlm. 158
[3]Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010), Hlm. 89   
[4] Djamaluddin Darwis, Dinamika Pendidikan Islam, (Semarang: RaSAIL, 2006), Hlm. 24
[5] Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan  Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), Hlm. 118-120
[6] Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan  Pendidikan Islam di Indonesia, Hlm.121
[7] Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan  Pendidikan Islam di Indonesia, Hlm.122

[8] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,(Jakarta: PT.Mutiara Sumber Widya,1962), hlm.396
[9] Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan  Pendidikan Islam di Indonesia, Hlm.125

[10] Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan  Pendidikan Islam di Indonesia, Hlm.134

[11] Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan  Pendidikan Islam di Indonesia, Hlm.141