I.
PENDAHULUAN
Pendidikan
Tinggi Islam mempunyai tugas pokok untuk menyelenggarakan pendidikan,
pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat di bidang ilmu
pengetahuan agama Islam sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Pendidikan
tinggi Islam berupaya menjadi centre of excellence yakni pusat kajian
dan pengembangan ilmu agama Islam yang diarahkan kepada terciptanya tujuan
pendidikan, berupaya menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
memiliki kemampuan akademik dan profesional, yang mampu mengembangkan,
menyebarluaskan dan menerapkan ilmu pengetahuan agama Islam, serta untuk
meningkatkan kecerdasan umat dan taraf kesejahteraan kehidupan masyarakat.
Penyelenggaraan tugas pokok tersebut merupakan
persyaratan bagi perguruan tinggi dalam rangka mencapai tujuan pendidikan
nasional, termasuk perguruan tinggi Islam. Berkaitan
dengan tugas pokok perguruan tinggi untuk mencapai tujuan pendidikan nasional,
perguruan tinggi Islam memberikan penekanan pada aspek moral agama Islam yang melandasi semua bidang ilmu pengetahuan
yang dikembangkannya. Hal ini merupakan visi dan misi perguruan tinggi Islam
dalam mencetak generasi bangsa yang bermoral islami.Perguruan
tinggi memiliki peranan yang amat penting dalam pembangunan suatu bangsa dan
negara. Oleh karena itulah dimana saja di penjuru dunia ini akan berlomba untuk
mendirikan perguruan tinggi dan mendorong generasi mudanya untuk memasuki
perguruan tinggi.
II.
RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana Sejarah Pendirian dan Perkembangan Perguruan
Tinggi
Islam ?
B. Bagaimana Sejarah Pendirian dan Perkembangan Perguruan
Tinggi
Islam di Indonesia ?
C. Sebutkan macam-macam Perguruan Tinggi Islam di Indonesia
!
III.
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Pendirian dan Perkembangan Perguruan Tinggi Islam
Perguruan tinggi Islam berawal dari pendidikan informal yang lebih
berkaitan dengan upaya-upaya dakwah Islamiyyah, penyebaran, dan penanaman
dasar-dasar kepercayaan dan ibadah Islam. Dalam kaitan itulah bisa dipahami
kenapa proses pendidikan Islam pertama kali berlangsung di rumah, yang paling
terkenal Dar al-Arqam. Tetapi ketika masyarakat Islam sudah terbentuk,
maka pendidikan diselenggarakan di masjid. Pendidikan kedua tempat ini
dilakukan dalam halaqoh, lingkaran belajar.
Dalam tradisi pendidikan islam,
institusi pendidikan tinggi lebih dikenal dengan nama al jami’ah, yang tentu saja secara historis dan kelembagaan
berkaitan dengan masjid jami’-masjid besar tempat berkumpul jama’ah untuk
menunaikan shalat jum’at. Al-Jami’ah yang muncul paling awal dengan pretensi
sebagai “Lembaga Pendidikan Tinggi” adalah Al-Azhar di Kairo, Zaituna di Tunis
dan Qarrawiyyin di Fez.[1]
Melihat perkembangan sejarah
pendidikan Islam
yang begitu dinamis dan panjang,pada awal periode pengembangan lembaga
pendidikan Islam
ada dua lembaga pendidikan Islam
yang sangat dikenal dan mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan
pendidikan Islam
secara umum. Dua perguruan Islam
itu adalah Madrasah Nidzhamiyyah di Baghdad
dan Universitas Al-Azhar di Kairo
Pertama, Madrasah Nizhamiyah merupakan lembaga pendidikan tinggi islam yang didirikan oleh nizham Al mulk
wazir terkemuka dari bani saljuk ( 1063-1092 M). Madrasah ini oleh Makdisi
dikatakan sebagai pendidikan islam yang sangat menonjol dalam dunia pendidikan
islam. Menggunakan nama madrasah untuk lembaga pendidikan ini mempunyai
pengartian yang berbeda dengan pengetian madrasah pada masa sekarang.
Pengertian madrasah ini dalam bentuk klasiknya oleh Stanton dan Makdisi dapat
disebut sebagi pendidikan akademi. Penggunaan nama pendidikan Islam untuk berbagai
jenjang dengan nama madrasah ini dapat di pahami mengingat pemberian nama lebih
cenderung pada fungsi esensialnya sebuah lembaga pendidikan islam yaitu untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan islam dan sekaligus untuk menyebar luaskan paham
keagamaan.
Pendiri madrasah ini yakni Nizam
al-mulk disamping dikenal sebagai seorang wazir yang ahli dalam bidang politik,
seorang panglima, filsuf, dan seorang alim yang luas pengetahuanya, menghormati
para ulama’ dan prestasinya dibidang lembaga pendidikan tampak dalam perananya
mengembangkan pendidikan yang merupakan satu perguruan tinggi Islam di dunia.
Madrasah ini berdiri sebagai madrasah yang paling unggul pada abad ke 11
terletak di Baghdad sebagai pusat kerajaan yang merupakan salah satu pusat
pendidikan tinggi yang paling terkenal dan menjadi model bagi pengembangan
lembaga-lembaga serupa diseluruh wilayah kekuasaan Islam.[2]
Kedua, Universitas Al Azhar mula-mula didirikan sebagai
masjid tempat ibadah umat Islam oleh khalifah
Mauizuddin li Dinillah setelah dapat mengusai Mesir pada tanggal 24 Jumadil Ula 359 H dengan mendirikan kota Kairo. Daulah Fathimiyah adalah gerakan politik Islam paham Syi’ah, dan tujuan
mendirikan universitas ini adalah untuk mempersiapkan para kader untuk
menyebarluaskan doktrin-doktrin keagamaan Syia’ah. Dengan
demikian perkembangan Universitas Al-Azhar yang semula fungsi utamanya sebagai
tempat ibadah kemudian berubah menjadi lembaga pendidikan yang diorganisasikan
dibawah pengelolaan kholifah.
Universitas
Al Azhar merupakan universitas Islam yang paling terkenal didunia Islam, dan
memiliki peran penting dalam mendorong pertumbuhan pendidikan tinggi Islam diluar
Kairo. Universitas Al Azhar juga dikenal sebagai universitas Islam tertua didunia
dan mempunyai dampak sosial yang
tidak kecil terhadap kehidupan rakyat Mesir. Universitas ini telah melahirkan
pemimpin-pemimpin besar, filsuf, sarjana, tokoh politik dan orang-orang yang
terkenal karena kearifan dan integritas pribadinya. Universitas ini menduduki
tempat yang terhormat di antara lembaga-lembaga pendidikan tinggi yang ada
diseluruh dunia.[3]
B.
Sejarah Pendirian dan Perkembangan Perguruan Tinggi
islam di Indonesia
Hasrat umat Islam
untuk mendirikan pendidikan tinggi sudah dirintis sejak zaman kolonial Belanda,
M. Nastir menulis dalam Capita Selecta bahwa keinginan untuk mendirikan
pendidikan tinggi Islam itu telah muncul di hati umat Islam. M. Nastir,
menyebutkan bahwa Dr. Satiman telah menulis artikel tentang cita-cita beliau
untuk mendirikan perguruan tinggi Islam di Indonesia. Kendatipun yang diungkapkan
ini masih dalam bentuk ide, belum menjadi kenyataan, akan tetapi semangat untuk
mendirikan perguruan tinggi Islam itu telah muncul pada tahun 1930-an.
Mahmud Yunus, mengemukakan
pula bahwa di Padang Sumatra Barat pada tanggal 9 Desember 1940 telah berdiri
perguruan tinggi Islam yang dipelopori oleh Persatuan Guru-guru Agama Islam
(PGAI). Menurut Mahmud Yunus perguruan tinggi ini yang pertama di Sumatra Barat
bahkan di Indonesia.[4]
Tetapi, ketika Jepang masuk ke Sumatra Barat pada tahun 1941, perguruan tinggi
ini ditutup sebab Jepang hanya mengizinkan dibuka tingkat dasar dan
menengah.
Pendidikan ini
dibuka dari dua fakultas:
1.
Fakultas Syari’at (Agama)
2.
Fakultas Pendidikan dan Bahasa Arab
Semangat untuk
mendirikan perguruan tinggi ini juga tercantum dalam Kongres II MIAI (Majelis
Islam A’la Indonesia) yang diadakan di Solo pada tanggal 2-7 Mei 1939, dihadiri
oleh 25 organisasi Islam yang menjadi anggota MIAI. Didalam laporan kongres itu
salah satu agenda pembahasannya adalah perguruan tinggi Islam, kongres
mendukung terbentuknya perguruan tinggi Islam.[5]
Berdasarkan hal itu
dapat dimaklumi bahwa umat Islam sejak zaman kolonial Belanda telah memiliki
cita-cita untuk mendirikan perguruan tinggi. Apalagi di kalangan pemerintah
kolonial Belanda sudah lama berdirinya lembaga pendidikan tinggi, misalnya
Sekolah Tinggi Teknik (Technische HogeSchool) didirikan tahun 1920 di
Bandung, dan sekolah Tinggi Hukum (Rechtskundige HogeSchool) didirikan tahun
1920 di Jakarta, sekolah Tinggi Kedokteran (Geneeskundige HogeSchool) berdiri
tahun 1927 di Jakarta. Dengan demikian, keadaan seperti ini mendorong
tokoh-tokoh pendidik Islam untuk mendirikan lembaga pendidikan tinggi.
Usaha untuk
mendirikan perguruan tinggi Islam terus menggelora di kalangan umat Islam.
Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia) merupakan gabungan dari
organisasi-organisasi Islam, memelopori untuk mendirikan perguruan tinggi
Islam. Untuk itu pada bulan April 1945 diadakan rapat di Jakarta yang dihadiri
oleh tokoh-tokoh organisasi Islam yang menjadi anggota Masyumi. Hasil rapat
tersebut memutuskan membentuk panitia perencanaan perguruan tinggi Islam yang
dipimpin oleh Moh. Hatta dan sekretarisnya M. Nastir. Akhirnya, atas bantuan
pemerintah Jepang perguruan tinggi Islam dibuka secara resmi pada tanggal 27
Rajab 1364 H bertepatan dengan tanggal 8 Juli 1945 di Jakarta. Peresmiannya
diselenggarakan di gedung kantor Imigrasi Pusat Gondangdia di Jakarta.
Kurikulum yang dipakai adalah mencontoh Fakultas Ushuluddin Universitas
Al-Azhar Kairo.[6]
Setelah Indonesia
merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 yang berbarengan dengan itu tokoh-tokoh
pendiri sekolah tinggi Islam terlibat langsung pula dalam kancah perjuangan
kemerdekaan Replubik Indonesia. Dan sekaitan pula dengan munculnya agresi Belanda
ke Indonesia untuk kembali menjadikan Indonesia bagian dari negeri jajahan
mereka, maka ibukota negeri Replubik Indonesia dipindahkan dari Jakarta ke
Yogyakarta. Dengan pindahnya pemerintah Replubik Indonesia ke Yogyakarta maka
perguruan tinggi Islam ikut pindah pula. Pada tanggal 10 April 1946 sekolah
tinggi Islam dibuka kembali di Yogyakarta.
Untuk lebih
meningkatkan efektifitas serta keluasan jangkauan sekolah tinggi Islam, maka
muncullah ide untuk mengubah sekolah tinggi Islam menjadi universitas. Setelah
diputuskan panitia perbaikan sekolah tinggi Islam untuk mengubah sekolah tinggi
Islam menjadi universitas Islam Indonesia (UII) dengan membuka 4 fakultas
yaitu: Agama, Hukum, Pendidikan, Ekonomi, yang kemudian secara resmi dibuka
pada tanggal 10 Maret 1948. Dalam perkembangan berikutnya fakultas Agama
UII ini di negerikan, sehingga fakultas
Agama tersebut terpisah dari UII menjadi PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam
Negeri).[7]
C.
Macam – macam Perguruan Tinggi Islam di Indonesia
1.
Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN)
Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) didirikan di
Yogyakarta tahun 1951 dengan peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1950 dan ditanda
tangani oleh Presiden RI bertanggal 14 Agustus 1950. Perguruan Tinggi Agama
Islam Negeri (PTAIN) berasal dari fakultas Agama dari Universitas Islam
Indonesia (UII) di Yogyakarta. Dengan demikian, Universitas Islam Indonesia (UII)
tidak mempunyai fakultas Agama lagi. Hanya tinggal fakultas hukum, fakultas
Ekonomi dan Paedagogik (Pendidikan).[8]
Tujuan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) adalah
untuk memberi pengajaran tinggi dan menjadi pusat memperkembangkan dan
memperdalam ilmu pengetahuan tentang Agama Islam dan untuk tujuan tersebut
diletakkan asas untuk membentuk manusia susila dan cakap serta mempunyai keinsyafan
bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat Indonesia dan dunia umumnya
atas dasar pancasila, kebudayaan, dan kebangsaan Indonesia. Perguruan Tinggi
Agama Islam Negeri (PTAIN) ini mempunyai jurusan Tarbiyah dan Dakwah dengan
lama belajar 4 tahun pada tingkat bakalaureat dan Doktoral.
2.
Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA)
Dengan
ditetapkannya Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidkan dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1951 No.K/651 tanggal 20 Januari 1951 (Agama)
dan No.143/K tanggal 20 Januari 1951 (Pendidikan), maka pendidikan agama dengan
resmi dimasukkan ke sekolah-sekolah negeri dan swasta. Berkenaan dengan itu,
dan sekaitan pula dengan peraturan-peraturan sebelumnya, maka Departemen Agama
yang bertugas untuk menyiapkan tenaga-tenaga guru agama untuk kesuksesan
pelaksanaan pendidikan agama disekolah-sekolah. Sehubungan dengan itu untuk
merealisasi salah satu tugas tersebut pemerintah mendirikan Akademi Dinas Ilmu
Agama (ADIA) dengan maksud dan tujuan “guna mendidik dan mempersiapkan pegawai
negeri akan mencapai ijazah pendidikan semi akademi dan akademi untuk dijadikan
ahli didik agama pada sekolah-sekolah
lanjutan, baik umum maupun kejuruan dan agama.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut,
maka di Jakarta tepatnya di Ciputat didirikan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA)
pada tanggal 15 Mei 1957 berdasarkan ketetapan menteri Agama Nomor 1 tahun 1957
yang dipimpin oleh Madmud Yunus.[9]
3.
Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Setelah Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri
(PTAIN) berusia kurang lebih 9
tahun, maka lembaga pendidikan tinggi dimaksud telah mengalami perkembangan.
Dengan perkembangan tersebut dirasakan bahwa tidak mampu menampung keluasan
cakupan ilmu-ilmu keislaman tersebut kalau hanya berada dibawah satuan payung fakultas
saja. Berkenaan dengan itu timbullah ide-ide, gagasan-gagasan untuk
mengembangkan cakupan Perguruan Tinggi
Agama Islam Negeri (PTAIN) kepada yang lebih
luas.
Setelah mengadakan sidang beberapa
kali, maka disepakatilah bahwa Perguruan
Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) yang berkedudukan di
Yogyakarta dengan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) yang berkedudukan di
Jakarta digabungkan menjadi satu dengan nama Institut Agama Islam Negeri
“Al-Jami’ah al-Islamiyah al-Hukumiyah”.
Keputusan panitia tersebut disetujui oleh pemerintah dengan mengeluarkan
Peraturan Presiden Replubik Indonesia No.11 Tahun 1960 tentang pembentukan
Institut Agama Islam Negeri yang mulai berlaku pada tanggal 9 Mei 1960. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) diresmikan berdirinya
pada tanggal 2 Rabi’ul Awal tahun 1380 H. dipilih tanggal tersebut karena
tanggal itulah terjadinya peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke
Madinah. Dalam perkembangan berikutnya sebagian Institut Agama Islam Negeri (IAIN) telah berubah menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) secara bertahap sejak
tahun 2002.
4.
Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN)
Sejak Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) didirikan pada tahun 1960, lembaga ini telah
berkembang ke berbagai kota di Indonesia, yang akhirnya IAIN-IAIN tersebut pada
mulanya merupakan cabang dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Yogyakarta
atau Jakarta menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) yang berdiri sendiri.
IAIN-IAIN yang berdiri sendiri itu, berdasarkan kebutuhan di berbagai daerah
membuka cabang-cabang pula di luar Institut Agama Islam Negeri (IAIN) induknya
sehingga Institut Agama Islam Negeri (IAIN) menjadi berkembang di berbagai
daerah.
Untuk menjadikan
fakultas-fakultas daerah itu mandiri, dan lebih dapat mengembangkan dirinya
tidak terikat dengan berbagai peraturan yang agak mengekang oleh Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) induknya, maka fakultas-fakultas daerah itu dipisahkan dari
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) induknya masing-masing yang secara
administrasi tidak lagi memiliki ikatan dengan Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
induk masing-masing. Setelah dipisahkan itu bernamalah lembaga ini menjadi
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)
yang mungkin dahulu bernama fakultas tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang,
berubah menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Malang.
Fakultas-fakultas daerah yang memiliki lebih dari satu fakultas di suatu kota
digabung menjadi satu dan menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) di
kota tersebut.[10]
5.
Universitas Islam Negeri (UIN)
Perubahan IAIN menjadi UIN tidaklah begitu sulit apabila
semua pihak yang berwenang setuju, tetapi yang amat penting untuk
dipertimbangkan adalah implikasi dari perubahan itu, tenaga pengajar, fasilitas
dan sarana, dana, konsep keilmuan dan banyak lagi yang lain. Semuanya menunggu
kematangan untuk berdirinya Universitas Islam Negeri. Inti dan hakikat dari
Universitas Islam Negeri adalah mengembangkan ilmu-ilmu yang tidak hanya ilmu
agama saja, tetapi juga mengembangkan berbagai disiplin ilmu-ilmu lainnya yang
tergolong ilmu-ilmu kealaman (natural science), ilmu-ilmu sosial (social
science) dan ilmu humaniora.
Dalam rangka persiapan menuju ke UIN beberapa IAIN telah
mulai membuka beberapa fakultas yang tidak lagi hanya tergolong kepada
fakultas-fakultas keagamaan saja, misalnya program studi tehnik informatika,
program studi Agrobisnis, Psikologi, Manajemen, Akuntansi. Dilihat dari sudut
pandangan Islam bahwa konsep Perguruan Tinggi Islam yang ideal itu adalah
berbentuk universitas.
Sejak tahun 2002 telah terjadi perubahan bagi sebagian
IAIN menjadi UIN, yaitu IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta berubah menjadi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta berdasakan keputusan Presiden No. 31 Tahun 2002
Tanggal 20 Mei 2002. Seterusnya diikuti oleh beberapa IAIN dan satu STAIN. IAIN
yang telah berubah ujud menjadi UIN adalah IAIN Syarif Hidayatullah menjadi UIN
Syarif Hidayatullah. IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta berubah menjadi UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, IAIN Syarif Qasim Pekan Baru berubah menjadi UIN Syarif
Qasim Pekan Baru, IAIN Alauddin Makassar berubah menjadi UIN Alauddin Makasar,
IAIN Sunan Gunung Jati Bandung berubah menjadi UIN Sunan Gunung Jati Bandung.
STAIN Malang berubah menjadi UIN Malang.
6. Perguruan Tinggi Agama
Islam Swasta (PTAIS)
Universitas Islam Indonesia
atau UII Yogyakarta adalah perguruan tinggi Islam yang tertua di Indonesia.
Setelah fakultas agamanya dinegerikan menjadi PTAIN tahun 1950, kemudian PTAIN
digabungkan dengan ADIA menjadi IAIN, dan dari IAIN fakultas-fakultas daerahnya
menjadi STAIN, fakultas-fakultas yang non agama UII (Ekonomi, Hukum, dan
Pendidikan) tetap menjadi fakultas-fakultas swasta. Fakultas-fakultas non agama
ini menjadi berkembang dan sekarang ditambah dengan fakultas-fakultas lain.[11]
Universitas Islam yang semacam
ini saat sekarang sudah tersebar luas di Indonesia, ada yang bentuknya diasuh
oleh organisasi-organisasi Islam dan ada pula yang berbentuk yayasan yang tidak
bernaung dibawah naungan satu organisasi Islam. Diantara
universitas-universitas Islam tersebut adalah UISU (Universitas Islam Sumatera
Utara) di Medan, Universitas Islam Bandung (UNISBA) di Bandung, Universitas
Islam Jakarta (UIJ), Universitas Muslimin Indonesia (UMI) di Makassar. Selain
dari berbentuk universitas perguruan tinggi Islam tersebut ada pula yang
berbentuk institut dan sekolah tinggi yang kordinasinya tunduk ke Kopertais di
wilayah masing-masing.
IV.
KESIMPULAN
Perguruan tinggi Islam berawal dari pendidikan informal yang lebih
berkaitan dengan upaya-upaya dakwah Islamiyyah, penyebaran, dan penanaman
dasar-dasar kepercayaan dan ibadah Islam. Dalam kaitan itulah bisa dipahami
kenapa proses pendidikan Islam pertama kali berlangsung di rumah, yang paling
terkenal Dar al-Arqam. Tetapi ketika masyarakat Islam sudah terbentuk,
maka pendidikan diselenggarakan di masjid. Pendidikan kedua tempat ini
dilakukan dalam halaqoh, lingkaran belajar.
Melihat perkembangan sejarah
pendidikan Islam
yang begitu dinamis dan panjang,pada awal periode pengembangan lembaga
pendidikan Islam
ada dua lembaga pendidikan Islam
yang sangat dikenal dan mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan
pendidikan Islam
secara umum. Dua perguruan Islam
itu adalah Madrasah Nidzhamiyyah di Baghdad
dan Universitas Al-Azhar di Kairo.
Mahmud Yunus,
mengemukakan pula bahwa di Padang Sumatra Barat pada tanggal 9 Desember 1940
telah berdiri perguruan tinggi Islam yang dipelopori oleh Persatuan Guru-guru
Agama Islam (PGAI). Menurut Mahmud Yunus perguruan tinggi ini yang pertama di
Sumatra Barat bahkan di Indonesia. Tetapi, ketika Jepang masuk ke Sumatra Barat
pada tahun 1941, perguruan tinggi ini ditutup sebab Jepang hanya mengizinkan
dibuka tingkat dasar dan menengah.
Usaha untuk
mendirikan perguruan tinggi Islam terus menggelora di kalangan umat Islam.
Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia) merupakan gabungan dari
organisasi-organisasi Islam, memelopori untuk mendirikan perguruan tinggi
Islam. Untuk itu pada bulan April 1945 diadakan rapat di Jakarta yang dihadiri
oleh tokoh-tokoh organisasi Islam yang menjadi anggota Masyumi. Hasil rapat
tersebut memutuskan membentuk panitia perencanaan perguruan tinggi Islam yang
dipimpin oleh Moh. Hatta dan sekretarisnya M. Nastir. Akhirnya, atas bantuan
pemerintah Jepang perguruan tinggi Islam dibuka secara resmi pada tanggal 27
Rajab 1364 H bertepatan dengan tanggal 8 Juli 1945 di Jakarta. Peresmiannya
diselenggarakan di gedung kantor Imigrasi Pusat Gondangdia di Jakarta. Kurikulum
yang dipakai adalah mencontoh Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar Kairo.
Macam – macam Perguruan Tinggi Islam di Indonesia:
1.
Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN)
2.
Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA)
3.
Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
4.
Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN)
5.
Universitas Islam Negeri (UIN)
6. Perguruan Tinggi Agama
Islam Swasta (PTAIS)
V.
PENUTUP
Syukur Alhamdulillah demikian makalah yang dapat kami
susun. Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan. Untukitu, kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan
demi kesempurnaan makalah
kami ini dan berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
[3]Abuddin
Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2010), Hlm. 89
[5] Haidar
Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2009), Hlm. 118-120
[8] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,(Jakarta:
PT.Mutiara Sumber Widya,1962), hlm.396
Tidak ada komentar:
Posting Komentar